Langsung ke konten utama

Bakat vs Usaha

Bakat vs Usaha Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

“Potensi yang tidak diledakkan akan tetap menjadi potensi saja, tidak akan terwujud sebagai kemampuan untuk melakukan tindakan.”

Saya sering mendapatkan keluhan dari mahasiswa maupun peserta training bahwa mereka merasa tidak berbakat memimpin. Dalam kesempatan lain mereka menyampaikan lagi bahwa mereka tidak berbakat seni, olah raga, menulis, dan sederetan alasan lainnya untuk menjustifikasi bahwa mereka tidak mampu melakukan hal tertentu karena mereka tidak berbakat. Kata “tidak berbakat” nampaknya menjadi kambing hitam yang paling mudah. “Jangan salahkan aku kalau aku tidak mampu melakukan hal tertentu karena aku tidak berbakat” demikian kurang lebih pesan yang terkandung dalam pernyataan mereka.

Namun pada saat saya tanyakan kepada yang merasa “tidak berbakat” mengenai sudah seberapa jauh mereka belajar, berlatih dan mencoba, mereka mulai mencari-cari alasan berikutnya. Mereka katakan bahwa walaupun belum mencobanya tetapi mereka tahu dan bisa merasakan kalau mereka tidak berbakat. “Seperti ejakulasi dini saja, belum apa-apa sudah loyo” demikian saya sering meledek mereka-mereka yang terlampau cepat memvonis dirinya tidak mampu
... baca selengkapnya di Bakat vs Usaha Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bende Mataram - JILID 7. SUATU PERTEMPURAN TAK TERDUGA

Bende Mataram - JILID 7. SUATU PERTEMPURAN TAK TERDUGA WIRAPATI girang bukan main. Sangaji telah cfiketemukan. Kini tinggal menunggu Jaga Saradenta pulang dari penyelidikan ke luar kota. Seminggu sekali Jaga Saradenta datang ke pondokan dan membawa berita. Adakalanya sampai satu bulan. Dia pasti girang, kata Wirapati dalam hati, nanti malam biar kuajaknya mulai bekerja. Mudah-mudahan dia datang. Sekiranya tidak, biarlah kumulai dahulu. Waktu berarti pedang. Satu hari lengah berarti terkikisnya waktu yang dijanjikan. Hm—tinggal empat tahun. Kalau Sangaji mempunyai bakat, agaknya masih ada waktu. Mendadak saja timbullah suatu pikiran lain. Eh, sekiranya Sangaji nanti malam tak datang apa yang akan kulakukan? Bukankah hati kanak-kanak seringkali berubah? Celaka—aku belum tahu rumahnya. Memikir demikian, cepat ia kembali ke lapangan. Sangaji baru saja melangkahkan kaki meninggalkan lapangan. Ia girang. Mau dia percaya, kalau selama itu Sangaji masih tertegun-tegun memikirkan kehebatannya y...

ep.48 bende mataram - Pulang

BENDE MATARAM JILID 48 PULANG HATI seorang perempuan memang sukar diduga. Kalau tidak masakan perbuatan Rukmini dapat terluput dari pengamatan Sangaji yang sudah memiliki ilmu sangat ting-gi. Soalnya, seluruh perhatiannya ditegangkan oleh peristiwa yang terjadi di tengah lapangan. Dan sekelumitpun tiada terbintik dalam hati Sangaji, bahwa ibunya akan membunuh difi pula mencontoh Sonny de Hoop. Alasan untuk berbuat demikian sangatlah lemah. Jalan pikir Rukmini memang sangat aneh. Melihat anaknya tiada hendak meninggalkan rumah, lantas timbullah keputusannya akan membunuh diri. Ia sendiri tak dapat pergi bersama anaknya, sebeluin berbicara dengan Major de Hoop yang sudah beberapa tahun lamanya menjadi perlindungannya. Gntuk perbuatan itu, ia merasa berutang budi setinggi gunung. Kalau ia pergi begitu saja meskipun alasan-alasannya cukup kuat serta mendesak ia takut dikatakan sebagai makhluk tak kenal budi. Padahal anjingpun mengerti akan mem-balas budi. Masakan manusia tidak? Sekiranya...

BENDE MATARAM - JILID 8. SONNY SI GADIS INDO

BENDE MATARAM - JILID 8. SONNY SI GADIS INDO DENGAN berdiam diri pula Jaga Saradenta membimbing tangan Sangaji di samping Wirapati. Kesan pertempuran tadi masih saja meriuh dalam otaknya. Hatinya bisa menduga apa yang bakal dilakukan Pringgasakti ketika melihat adiknya mampus begitu terhina di tengah lapangan. “Iblis itu benar-benar kebal dari semua senjata tajam. Tapi kekebalannya tak kuasa mempertahankan diri dari letupan pistol. Jika begitu, boleh juga kita belajar menembak,” katanya perlahan. Wirapati adalah murid keempat Kyai Kasan Kesambi yang diajar membenci senjata bidikan. Begitu mendengar ujar Jaga Saradenta lantas saja menyahut. “Bukan karena mesiu pistol dia mampus, tetapi karena kebetulan tepat mengenai lubang kelemahannya.” “Bagaimana kautahu?” “Pertama-tama kulihat dia selalu melindungi kepalanya rapat-rapat dari gempuran cempulingmu. Seandainya dia benar-benar kebal, apa perlu berlaku begitu? Kedua, tembakan pistol Sangaji tepat mengenai pusatnya. Memang se-mendjak kau ...